Skip to main content
Mantan Manager Bergaji Rp100 Juta Pilih Jadi Mualaf, Kini Banting Tulang Jualan Es Cincau Hingga Rasakan Mukjizat ini Saat Dagangannya Tak Laku

Mantan Manager Bergaji Rp100 Juta Pilih Jadi Mualaf, Kini Banting Tulang Jualan Es Cincau Hingga Rasakan Mukjizat ini Saat Dagangannya Tak Laku

Mantan Manager Bergaji Rp100 Juta Pilih Jadi Mualaf, Kini Banting Tulang Jualan Es Cincau Hingga Rasakan Mukjizat ini Saat Dagangannya Tak Laku

Harta melimpah nyatanya bukan jaminan yang bisa membuat seseorang bahagia.

Kisah inspiratif seorang mantan manager yang memutuskan menjadi seorang mualaf ini buktinya.

Tinggalkan pekerjaan dengan gaji Rp100 juta sebulan, mantan manager itu kini banting tulang menjadi penjual es cincau.

Gayanya kini sangatlah sederhana.

Pendapatan pria itu pun tak seberapa, bahkan kalah jauh dari gajinya terdahulu.

Meski begitu, pria ini tidak pernah berhenti bersyukur.

Ia bahkan pernah merasakan mukjizat saat dagangannya tak laku padahal butuh uang untuk biaya sekolah sang anak.

Di usia senja seperti sekarang, pria ini tak mau berpangku tangan dan pasrah atas kehidupannya.

Halaman Selanjutnya

Pria kelahiran Palembang satu ini adalah salah satu teladan yang tak pernah pasrah pada keadaan.

Bahkan dirinya tak menyesal di usia senja tetap harus bekerja untuk menyambung hidup.

Padahal di masa lalunya, ia bukan orang sembarangan.

Hasanudin dulu pernah mengenyam kehidupan bergelimang harta.

Sebelum menjadi pedagang Cincau, ia mengaku pernah bekerja di sebuah perusahaan.

Posisinya pun bukan sembarangan, ia menempati kursi manajer di perusahaan tersebut.

Dengan posisi tersebut, Hasanudin tiap bulannya mendapatkan upah mencapai Rp 100 juta.

Namun semua yang ia miliki saat itu tidak membuat hidupnya lebih baik dan tenang.

Kisah inspirasi pria yang kini berusia 66 tahun itu dibagikan melalui kanal Youtube, Gavy Story Selasa, (26/5/2020),

Dulu pria renta itu sempat menjabat sebagai General Manager (GM) sebuah tempat hiburan terkenal di Jakarta.

Segala macam kemewahan pernah ia kecap pada saat dirinya bekerja sebagai seorang manajer.

Tinggal di Jakarta dan miliki rumah serta mobil mewah dan keluarga harmonis pun tak bisa membuat hatinya tenang.

Saking melimpahnya, ia tak mempermasalahkan saat istrinya ingin berbelanja, makan enak di restoran enak, hingga memberi hadiah untuk mertua.

Hasanudin yang sempat mengenyam pendidikan di Singapura dan mahir berbahasa Inggris dan mandarin itu juga kerap diutangi sejumlah uang oleh teman-temannya.

Alhasil, uangnya pun perlahan-lahan mulai menipis.

Ia bahkan pernah menumpuk utang hingga Rp3 miliar.

Saat itu konflik pun mulai muncul antara dirinya dengan hingga kemudian memutuskan untuk bercerai.

Hasanudin kemudian mencoba untuk membangun rumah tangganya kembali dengan menikahi seorang wanita.

Sayang, pernikahannya ini juga diwarnai konflik dan kembali kandas hingga kekayaan yang dimiliki Hasanudin habis.

Tak ingin menyerah dengan kehidupannya itu, Hasanudin pun mencoba untuk mencari istri kembali.

Ia menemukan seorang wanita yang membuat hatinya kembali bergejolak.

Namun wanita tersebut meminta satu syarat bila ingin meminangnya menjadi seorang istri.

Hasanudin diminta untuk jadi mualaf bila ingin menikahi wanita tersebut.

Akhirnya Hasanudin resmi menjadi seorang mualaf di usia 43 tahun.

Ia kemudian merantau ke Sukabumi, Jawa Barat, dan memulai hidup baru dengan sang istri.

Di sana ia kembali memulai hidupnya yang baru dan mencoba melupakan masa lalunya.

Kehidupan jadi mualaf membuatnya menjadi pribadi yang selalu bersyukur bahkan ada satu momen dimana dirinya selalu mendapatkan pertolongan tak terduga.

Pernah pada suatu ketika, ia dihadapkan kesulitan saat sang anak membeli sepatu dan diharuskan membayar uang sekolah sebanyak Rp 300 ribu.

Saat itu ia hanya pasrah sembari tetap berikhtiar mencari jalan keluar dengan tetap berjualan keliling.

Karena tak kunjung mendapat pembeli, cincau yang ia jual mulai rusak.

Beruntung, ada seseorang yang ingin membeli es cincaunya tersebut.

Hasanudin pun menolak seraya menjelaskan bahwa barang dagangannya itu telah rusak dan tidak layak konsumsi.

Sang pembeli pun tetap membeli minuman lainnya yang juga dijual oleh Hasanudin yakni es nanas sebanyak dua bungkus seharga Rp 10 ribu.

Tak disangka, sang pembeli kembali memanggil Hasanudin dan memberinya Rp 300 ribu, jumlah yang selama ini dicarinya untuk sang anak.

Ada sebuah kepuasan batin yang membuatnya untuk bersyukur.

“Saya buka uangnya pas Rp300 ribu. Ya Allah saya sedih, Allah itu sering tolong saya. Allah tolong saya, saya jadi ada uang untuk beli sepatu anak saya. Allah tolong saya terus. Dulu saya dapat gaji Rp100 juta, sekarang nilainya dari itu,” ucapnya dalam video tersebut. 

Halaman Awal